Welcome

Rabu, 31 Maret 2010

Pengumpulan Data

Tugas Interview.
Topik : Fenomena bahasa “Alay” di pergaulan masa kini.
Narasumber : Rizki Ekawaty
(Mahasiswi smstr VI Univ.Indraprasta PGRI Jur.Bahasa dan Sastra Indonesia)


T : Sesuai dengan topik wawancara kita, saya ingin menanyakan tentang bahasa yang sekarang ini sedang ramai dipakai atau digunakan oleh para remaja sekarang, contohnya bahasa “Alay”. Menurut kamu, sebagai seorang mahasiswi jurusan Bahasa dan Sastra Indonesia bagaimana pendapat kamu mengenai bahasa “Alay”?

J : Menurut saya mengenai bahasa “Alay” itu sendiri adalah bahasa yang awal mulanya hanya untuk seneng – seneng saja. Bahasa “Alay” biasanya digunakan pada penulisan SMS, status Facebook, twitter dan sosial networking lainnya.

T : Dengan hadirnya bahasa “Alay” tersebut, dapat merusak citra bahasa indonesia itu sendiri tidak?

J : Iya pasti..karena bahasanya tidak sesuai dengan kaidah EYD.

T : Berhubung anak sastra indonesia, bahasa yang digunakan sehari – hari juga menggunakan kaidah EYD?

J : Sebenarnya Bahasa itu sendiri bersifat fleksibel. Pemakaian bahasa sehari – hari dipengaruhi oleh berbagai faktor seperti, situasi dan kondisi, formal dan informal, dan kepada siapa kita sedang berbicara. Kita tidak mungkin berbicara layaknya dengan teman kepada orang yang lebih tua dalam artian mungkin dosen atau dengan orang tua.

T : Pernah menggunakan bahasa “alay” juga kalau sms-an?

J : Tidak.. karena tidak efisien.

T : Sebenarnya, bahasa “Alay” itu salah ga sih?

J : Sebenarnya bahasa “Alay” atau bahasa apapun tidak salah untuk digunakan, tergantung kepada lawan yang diajak bicaranya. Kalau dia mengerti berarti sah – sah saja.

T : Kalau ada teman yang menggunakan bahasa “Alay” kepada anda, apakah anda mengerti dengan apa yang dibicarakannya?

J : Mungkin sedikit banyak mengerti. Tapi ribet. Karena kan, semua huruf vokal diganti dengan angka, huruf besar kecil, disingkat – singkat.

T : Oke..pertanyaan terakhir. Peranan anda sebagai mahasiswi sastra indonesia dalam menghadapi bahasa “alay” yang sedang nge-trend ini?

J : Hal yang paling utama adalah dimulai dari diri sendiri. Kita jangan meniru atau menggunakan bahasa tersebut dimana dan kepada siapapun. Mungkin, jika kita memiliki teman yang telah menggunakan bahasa “alay” tersebut, kita bisa menegur secara sopan agar menggunakan bahasa yang baik dan benar.



Kesimpulan:

Fenomena bahasa “Alay” telah banyak digunakan oleh kalangan anak remaja masa kini. Alay sendiri merupakan kepanjangan dari Anak LAYangan, ALah lebAY dan semacamnya. Ciri - ciri dari orang Alay tersebut menulis dengan menggunakan bahasa plat nomor. Jadi didalam suatu kata terdapat huruf dan nomor.Selain menggunakan bahasa plat nomor, huruf besar dan kecil diletakkan semaunya. Pada umumnya orang yang menggunakan bahasa Alay ini adalah remaja yang ingin dianggap tenar, beken atau yang sekarang lebih dikenal dengan narsis.

Dampak bahasa indonesia dari bahasa alay tersebut antara lain, Bahasa alay akan merusak remaja kita. Lama-kelamaan hanya akan ada bahasa ini dalam perbendaharaan bahasa mereka. Bahasa Indonesia hanya akan dipakai di pelajaran bahasa Indonesia saja, setelah itu, kembali lagi ke bahasa gaul. Mereka tidak akan mempelajari bahasa Indonesia lebih jauh lagi. Kebiasaan ini bisa saja menjadi sebuah trend di kalangan remaja, dan tentu saja, merusak generasi kita dan selanjutnya. Dampaknya untuk bahasa kita. kalau remajanya saja sudah tidak berniat untuk melestarikan bahasa Indonesia –tapi mau melestarikan bahasa baru—bagaimana dengan generasi kita selanjutnya ? pastinya akan ada degradasi bahasa. Kaidah bahasa Indonesia yang baik dan benar pun akan semakin dilupakan, pembenahan bahasa yang sampai saat ini masih dilakukan pasti bakal terhambat. Bahasa alay yang banyak memunculkan kontroversi juga akan berdampak bagi kehidupan sosial kita, sampai pada bangsa kita. Seperti yang kita ketahui, sebuah pertentangan pasti akan memisahkan suatu kelompok menjadi dua kubu. Sebenarnya semua akan baik-baik saja kalau kita bisa menyikapi segala perbedaan dengan dewasa. Tapi seperti yang kita tau juga, tidak semua dari kita bisa bersikap demikian. Kenyataannya, sudah ada perpecahan mengenai bahasa di kalangan masyarakat kita.

Jadi, sebagai penerus generasi kita harus menjaga bahasa kita dengan tidak menggunakan bahasa Alay tersebut oleh siapapun , kapanpun dan dimanapun. Kita harus menerapkannya dimulai dari diri sendiri.

Contoh Kutipan

Kutipan Langsung:


“setiap syair yang kau lantunkan akan kuhapal dalam ingatanku: hatiku akan menjadi gelas piala bagi anggur kata – katamu yang manis, sebuah peti harta untuk permata-permata kearifanmu.”

(Nizami, Laila Majnun, 2007, Hal.228)



Kutipan tidak langsung:

Tanda dengan simbol dianggap berada pada dua bidang pembahasan berbeda. Tanda adalah bagian dari dunia fisik, sedang simbol adalah bagian dari dunia makna manusiawi (Cassirer 1979: 31-32).

Minggu, 28 Maret 2010

Contoh paragraf Deduktif dan Induktif

Deduktif adalah paragraf yang memiliki gagasan utamanya berada di bagian awal paragraf.


Contoh Paragraf Deduktif :

Daya tarik utama film adalah cerita, pemeran, sutradara, kemudian unsur teknologi yang digunakan di dalamnya. Tiga hal pertama – cerita, pemeran, dan sutradara – pada kenyataannya dapat bertukar tempat sesuai tren. Seringkali, kehadiran pemeran dalam film menjadi penanda bermutunya film itu. Demikian juga dengan nama sutradara yang berkaitan langsung dengan mutu hasil kreativitas.



Induktif adalah paragraf yang memiliki gagasan utamanya berada diakhir paragraf.

Contoh paragraf Induktif:

Dengan menghibur dan membuat penonton tertawa, tanpa sadar mereka menggelitik dan menggali bawah sadar penonton untuk mengungkapkan apa yang tidak berani mereka nyatakan secara terus terang. Jangan lupa, komedi mereka dimainkan ketika golongan agama dan bangsawan sangat berkuasa. Saat itu, para penonton kalangan atas pun ternyata sering merasa terhibur dan baru sesudahnya mereka menyadari bahaya pengaruh yang mengacam kelanjutan kekuasaan mereka. Para penulis komedi itu, termasuk marivaux, memiliki andil dalam demokratisasi cara hidup dan bernalar.



Resensi : Kiftiawaty Sulistyo, Buku Pintar UN Bahasa Indonesia SMA, Penerbit Media Pusindo, Jakarta, 2009.