Welcome

Kamis, 31 Desember 2009

Bahasa Indonesia

FILSAFAT ADA
BAB I

Apakah Filsafat ADA itu? Apa pula wataknya?
I. Uraian mengenai ada, sedang ada, ada dan ajaran ada.
1. Ada = Esse
2. Sedang ada = ens
3. Ajaran ada


II. Apakah sebenarnya filsafat umum itu?
1. Abstraksi pada umumnya
2. Tiga tingkatan abstraksi formal
3. Pandangan terhadap ada
4. Suatu yang rumit timbul
5. Pembatasan dari apanya filsafat ada umum


III. Sifat-sifat dari filsafat ada umum
1. Penyeluruh = meliputi apa saja
2. Mutlak
3. Agung


IV. Nama dari filsafat ada umum
1. Filsafat pertama atau theological
2. Meta fisika
3. Ontologi atau ajaran


V. Garis-garis besar dari filsafat – ada-umum

BAB II
Struktur ADA
I. Masalah dan pemecahannya
1. Masalah
2. Pemecahan pertama : Tiada menjadi hanya ada
3. Pemecahan kedua : Tiada ada hanya menjadi
4. Pemecahan ketiga : Pemisahan antara ada dan menjadi
5. Pemecahan keempat : Pemersatu antara ada dan menjadi


II. Aktus dan potensia
1. Asal mula Aktus dan potensia
2. Uraian dan pembagian potensia
3. Uraian dan pembagian Aktus
4. Perbedaan sebenarnya antara Aktus dan potensia
5. Perubahan bersiratkan Aktus dan potensia
6. Keterbatasan bersiratkan Aktus dan potensia
7. Banyak bersiratkan Aktus dan potensia
8. Susunan yang terdiri dari Aktus dan Potensia
9. Aktus dan potensia sebai bagian dari ada


III. Hakekat dan ada
1. Ada sebagai kesempurnaan
2. Membatasi (verpeking) dan memperbanyak (verveelvondiging) dari ada
3. Essensia dan Eksistensia
4. Sifat dari bersatunya Essensia dan Eksistensia
5. Keberatan terhadap perbedaan sebenarnya antara hakekat dan ada
6. Penentuanisi dari hakekat (kenyataan yang sungguh)
7. Penyungguhan dari hakekat
8. Kesungguhan dari hakekat yang tidak tersungguhkan
9. Sifat dari keintian hakekat


IV. Bahan dan Bentuk
1. Ada banyak hal dan kesempurnaan jenis antara yang satu dan yang sama apabila hakekat mereka terdiri dari Aktus dan Potensia
2. Tidak memungkinkan perubahan hakekat kecuali hakekat (itu) terdiri dari Aktus dan Potensia
3. Pada hakekatnya Aktus dan Potensia memikul nama – bentuk inti dan bahan pertama
4. Bahan pertama
5. Bentuk inti
6. Bersatunya bahan dan bentuk
7. Keputusan
V. Ke – diri – sendirian (selfstandingheid) dan (hal-hal) ke – tambah – an (bykonstigheden)
( Substansia dan Aksidensia )
1. Mungkin perubahan tambahan dalam ada terbatas apabila terdiri dari substansia dan aksidensia
2. Mungkin aktus dalam relitas yang terbatas ada apabila ia terdiri dari substansia dan aksidensia
3. Perbandingan antara substansia dan aksidensia
4. Ke – berada – an dalam aksidensia – aksidensia di dalam substansia
5. Keadaan
6. Hubungan – hubungan
7. Substansia sebagai dari ada sendiri


VI. Sedang – Ada – Sendiri ( het selfbestaande) dan persona (diri sendiri)
1. Pengertian tentang sedang – ada – sendiri
2. Sifat – sifat dari sedang – ada – sendiri
3. Sedang ada sendiri dan bahagian – bahagiannya
4. Perbedaan antara sedang – ada – sendiri dank e – ada – sendirian – an atau alamnya
5. Apa yang membuat sedang – ada sendiri – itu ada – sendiri ?
6. Persona
7. Perbedaan dalam masing – masing ada – sendiri

BAB III

Inti dari sedang – Ada

I. Abstraksi dari ada
1. Abstraksi dari yang sebenarnya
2. Abstraksi yang tidak sebenarnya
3. Ens tidak sebenarnya membiarkan diri untuk abstraksi yang sebenarnya
4. Abstraksi yang sebenarnya dari Ens


II. Kontraksi dari Ens
1. Apa itu kontraksi ?
2. Kontraksi dari penambahan yang sebenarnya
3. Kontraksi melalui penjelasan pengertian
4. Konstraksi dari Ens
5. Ens bukanlah pengertian jenis yang tertinggi


III. Analogi dari ens
1. Milieu dari analogi
2. Analogi yang sebenarnya
3. Analogi yang sebenarnya dari Ens
4. Analogi pengakuan (analogi perbandingan)
5. Analogi perbandingan dari Ens
6. Konklusi



IV. Hukum – hukum dari inti Ada / realitas (devezenswettenvan het ziynde)
1. Hukum identitas dan hokum individualitas
2. Hukum pertentangan
3. Hukum dari tertutupnya kemungkinan ketiga
4. Hukum tentang sebab yang cukup


BAB IV
Sifat – sifat ADA


I. Manakah “SIFAT – SIFAT” ADA ?

II. Satu
1. Satu sebaga sifat dari semua ens
2. Banyak
3. Macam – macam satu
4. Identitas dan perbedaan


III. Benar
1. Macam – macam arti dari kebenaran (benar)
2. Benar sebagai sifat dari semua ada
3. Ketidak benaran atau kepalsuan
IV. Baik
1. Kebaikan sebagai sifat dari semua ada
2. Hakekat kebaikan
3. Yang baik dan nilai
4. Kejahatan


V. Indah
1. Inti keindahan
2. Keindaha sebagai sifat ens dari semua ens


BAB V
Sebab – sebab dari ADA
I. Inti sebab
1. Prinsip atau dasar
2. Bermacam – macam cara dari dasar – ada
3. Dasar mengenal atau alasan (rasio)
4. Dasar ada atau sebab
5. Macam – macam cara sebab
6. Analogi sebab


II. Sebab bahan dan sebab bentuk
1. Sebab bahan
2. Sebab bentuk
3. Ke – sebab – an timbale balik dari sebab – sebab dalam


III. Sebab pembuat
1. Inti sebab pembuat
2. Hokum – inti dari sebab pembuat
3. Macam – macam cara sebab pembuat
4. Sebab alat
5. Realitas dari sebab pembuat


IV. Sebab tujuan
1. Inti sebab tujuan
2. Macam – macam cara sebab tujuan
3. Dasar finalitas atau dasar tujuan
4. Sebab timbale balik dari sebab – sebab luar

Nama kelompok :
1. Indri Mariska
2. Kiki Irwanty
3. Melinda
4. Putri Ayu Nur Wijayanti
5. Titis Wahyu
BAB V
KASUS
DI PUSAT BIMBINGAN DAN PENYULUHAN


1. Pertemuan Dengan Kasus
Sesuai kulaih “ Dasar – Dasar Bimbingan dan konseling pertengahan bulan Desember 1984. Dimana dibahas masalah konflik in autentik, dengan ditemani oleh seorang kawan putrinya Seorang Mahasiswi memberanikan diri mendekati saya dnegan permintaan agar saya bersedia berbicara sebentar dengan dia.”
Permintaan ini saya kabulkan, lalu kami mengambil tempat yang agak sepi dan mulai melakukan dialog. Saya sama sekali tidak mengira bahwa sang mahasiswi akan menyampaikan masalah pribadinya yang ternyataada kaitannya dengan bahan kuliah antara lain pertemuan manusiawi dan masalah konflik in autentik dimana ada imposisi norma - norma “Iuran” kepada seseorang, sedangkan orang yang bersangkutan merasa terbelenggu dalam dosa akibat ketidak mampunya merealisir atau mengaktualisir norma –norma eksternal yang dicekokan kepadanya .
2. Identifikasi Kasus
A. Data Pribadi :
Nama : N.
Tempat/Tgl Lahir : Jakarta, 1975
Jenis Kelamin : Wanita/Perempuan
Agama : Islam
Alamat : Jakarta
Asal : Padang
Pendidikan :
a. SAA (Sekolah Asisten Apoteker)
b. Mahasiswi Jurusan Kimia, IKIP,
Tingkat ....................................
Pekerjaan : Asisten Apoteker di salah satu apotek Jakarta.
B. Data Keluarga
Nama Ayah : Prof. Mr. N
Tempat/Tgl.Lahir : Meninggal tahun 1968 dalamusia 61 tahun
Agama : Islam
Alamat : Jakarta
Pendidikan : Universitas Van Leiden negeri Belanda
Pekerja : Penasihat Mentri Dalam Negeri
Nama Ibu : Ny. N.
Tempat/Tgl.Lahir : 57 Tahun
Agama : Islam
Alamat : Jakarta
Pendidikan : Setaraf S.M.A di Zaman Belanda
Pekerja : Ibu Rumah Tangga
C. Susunan Anggota keluarga : Anak- Anak
1. Laki – Laki 40 Tahun
2. Laki – Laki 38 Tahun
3. Perempuan 36 Tahun
4. Laki – Laki 34 Tahun
5. Perempuan 30 Tahun
6. Laki – Laki 29 Tahun
7. Perempuan 28 Tahun (kasus)
8. Laki – Laki 21 Tahun
Semua anak sudah bekerja kecuali adik bungsu. Semua anak sudah berkeluarga kecuali KASUS dan adik bungsunya.
D. Keadaan Keluarganya
- Kasus Tinggal bersama Ibunya.
- Rumah adalah milik pribadi orang tua.
- Kasus mempunyai kamar tidur sendiri dan kamar belajar/bekerja sendiri.
E. Riwayat Hidup
1. Lingkungan
1.1 .Sejak kecil tinggal bersama kedua orang tua dan kakak - kakak + adik.
1.2 .Kasus dekat dengan ayahnya, juga dengan Ibunya.
1.3 .Hubungan Kasus dengan saudara-saudaranya biasa.
1.4 .Kasus merasa kehilangan sewaktu ayahnya meninggalkannya pada usia 11 tahun
1.5 .Sejak kecil Kasus berkenalan – berkawan baik dengan x anak kakak ibunya.
2. Keadaan Kesehatan
Tidak mendapatkan gangguan kesehatan fisik yang berarti.
F. Tingkah Laku Kasus selama wawancara
Pada waktu pertemuan pertama kelihatannya Kasus merasa sangat berat mengungkapkan masalah. Ia hampir menangis Sesudah diam beberapa saat diungkapkannya juga masalahnya. Karen saya mendengarkanya secara sungguh – sungguh dan menunjukkan sikap mau memahaminya maka pembicaraan mulai lancar. Dalam pertemuan kedua ( 7 Januari ) omongannya sangat lancar dan terbuka.
G. Penemuan/Pengumpulan Data
Data ditemukan/dikumpulkan dari :
Cerita/ungkapan pribadi Kasus Wawancara .
H. Hasil Peemuan/Pengumpulan Data
Masalah yang dihadapi Kasus berintikan konflik nilai, sikap dan tindakan antara dirinya sendiri dan ibu kandungnya.
Suatu konflik inautentik
Beginilah konfliknya :
Sejak kecil kasus berkawan dengan sepupu ( anak pria putra paman i.c. kakak kandung ibu ) yang bernama X.
Anak manusia makin hari makin menumbuh, berkembang, membesar dan ........ perlahan tapi pasti kawan BERUBAH menjadi pacar, sejalan dengan ucapan filsup Herakleitos PANTA BHEI (semuanya mengalih) ; waktu berubah, semua berubah dan anak manusia berubah bersama waktu itu. Maka, BERPACARAN habis-habisanlah kedua makhluk yang bersamaan Genus dan berlawanan spesies itu Rousseau tidak akan menyahkan tindakan berpacaran yang memang tuntunan alam kodrat. Lain Rousseau lain ibu kasus. Mula – mula Berdasarkan Einfuhlung atau Intuisi, Lambat laun Berdasarkan gejala tak terelakan Ibu kasus sampai pada keyakinan dan Kepastian yang menyakitkan hatinya ternyata puterinya yang bungsu berpacaran dengan anak kakak kandungnya si X. Ibu melarang keras kelanjutan pacaran ini . Dengan alasan yang pertama : X adalah anak kandung dari paman kandung (menurut adat Minang tidak ada larangan kawin dengan anak paman). Kedua : Si X itu adalah anak dalam keluarga yang berantakan yakni ayah dan ibunya bercerai.
”Dan ...” teriak ibu, ”buah jatuh tidak jatuh dari pohonnya, pasti si X akan mengikuti bulat-bulat contoh buruk ayah dan ibunya”. Meskipun ibu tegas melarangnya tetapi karena didorong oleh desakan dari dalam kasus main pacaran belakangan. Sesudah ”main belakang” lama kasus merasa berdosa terhadap ibu lalu memberanikan diri memohon restu ibu untuk menikah . Ibu kembali marah. Hingga taraf ini si X menarik diri dan untuk beberapa lama berhenti berpacaran dengan harapan pernikahan kelak direnungkan . Waktu terus berjalan si X menunjukkan batang hidungnya lagi dan pacaranpun dimulai lagi dengan intesitas yang lebih tinggi malah. Dan susah untuk dipisahkan.
Kesimpulan
Masalah yang dihadapi kasus dengan ibu tidak terselesaikan.
Kasus berani mengkonstartir bahwa ia sedang berada dalam suasana konflik nilai.
Dalam situasi konflik ini ia harus berdiri di pihak nilai autentik untuk berhadapan dengan nilai inautentik.

KONSELING EKSISTENSIAL


Pertemuan manusiawi sebagai wadah konseling eksistensial.

Apabila kita ingin memahami apakah sebenarnya konseling itu, maka berdasarkan metode Fenomenologi, kita akan melihatnya sebagai PERTEMUAN MANUSIAWI (Human encounter). Apakah sesungguhnya pertemuan manusiawi itu? Suatu pertemuan manusiawi yang auntentik selalu mengandung arti bahwa saya, sekurang – kurangnya selama beberapa saat HADIR SECARA TOTAL pada SEORANG. Jadi pertemuan manusiawi mengandung arti bahwa saya mengambil bagian dalam eksistensi orang lain itu, dalam hidup orang lain itu, dalam cara keberadaannya di dunia.
Suatu pertemuan manusiawi sedemikian bisa muncul sebagai suatu hadiah yang tak tersangka – sangka dalam kehidupan sehari – hari. Misalnya saya duduk di samping seorang yang belum saya kenal. Kami mulai omong – omong tentang soal – soal harian yang ringan. Orang itu menceritakan kepada saya tentang keluarganya, bahkan pengalaman pahit yang dialaminya. Hatiku tergerak untuk melayani dia dengan sesuatu cara yang melebihi formalitas. Orang itu seolah - olah membuka tabir sosialnya, ia mengundang saya memasuki tempat suci dari kehidupan batiniahnya. Kami merasakan dan mengungkapkan suatu realitas baru. Apakah realitas baru itu? Apakah hubungan baru atau vital ini. Apakah ciptaan hubungan yang tiba – tiba ini?
Sesuatu yang sungguh – sungguh real telah timbul diantara kami, kami saling memberi perhatian (Concern), ada kontak batin diantara kami berdua.
Kadang – kadang pertemuan yang singkat, ucapan terima kasih sudahlah cukup melahirkan pengalaman hubungan tersembunyi antara dua manusia dan melalui kata –kata demikian kedua insan tersebut saling menemukan kepribadian masing – masing.
Apabila kita perhatikan baik – baik fenomena atau gejala pertemuan demikain itu, akan kita sadari bahwa “PENGALAMAN KITA” yang muncul itu mempunyai arti yang sangat dalam. Di dalam suatu pertemuan sejati, kita alami bahwa kita memberi pelayanan satu terhadap yang lain.
Ada lagi satu perbedaan antara “Pengalaman kita” dan pertemuan rutin yang kita lakukan dengan manusia – manusia lain. Tiap orang mempunyai kualitas – kualitas objek sendiri. Apabila secara kebetulan bertemu dengan seseorang dalam masyarakat saya cenderung untuk mengkategorisasikan dia dengan cara meredusir seluruh keberadaannya kedalam sifat – sifat umum yang bisa dikatakan tentang siapa saja. Tetapi pengalaman pertemuan sejati ini membuat semua kualitas itu mundur kelatar belakang atau menciut dan tidak berarti. Apabila saya sudah meredusir dia kedalam kualitas – kualitas lahiriyah itu maka antara kami sudah tidak akan tumbuh pertemuan sejati. Reduksi dari pribadi yang unik itu kadalam beberapa kualitas objektif dan yang dapat diukur memustahilkan pertemuan manusiawi. Hal demikian memustahilkan konseling. Pertemuan manusiawi adalah “jantung”nya psikoterapi, dasar perubahan dan pertumbuhan. Pertemuan manusiawi adalah kesembuhan dalam arti yang sedalam – dalamnya.
PERTEMUAN TERAPEUTIK YANG AUTENTIK
Ada banyak situasi dimana termanifestasikan perjumpaan manusiawi yang sebenarnya, dimana ada perhatian dan pengertian tetapi tidak bersifat terapeutis. Bilamana suatu perjumpaan manusiawi bersifat terapeutis? Kondisi – kondisi manakah yang memungkinkan perjumpaan manusia terapeutis?
Perjumpaan manusiawi terapeutis berlangsung bila saya merasa terlibat dalam kehidupan pribadi orang lain sehingga saya merasa terpanggil atau berkewajiban untuk memberi JAWABAN terhadap suatu PERMINTAAN (appeal) orang lain itu dan orang itu mengatakan bahwa dia memerlukan saya secara sangat PRIBADI, dalam beberapa taraf kehidupan dan perkembangannya.
Perjumpaan manusiawi terapeutik menuntut kehadiran saya secara penuh dalam diri klien yang memanggil saya. Panggilan atau permintaan dari suatu pribadi secara menyeluruh harus dijawab dengan KEHADIRAN dari seorang pribadi secara menyeluruh pula. Sesuatu yang kurang dari itu berarti penghianatan terhadap permohonan klien yang bersangkutan, dan hal ini merupakan pelolosan (escape) dari pada memberikan diri sendiri bagi orang lain dalam rangka penjumpaan manusiawi yang bersifat terapeutik. Untuk dapat memberikan kesembuhan diperlukan kehadiran konselor secara total dalam diri konseli.
Nama kelompok :
1. Indri Mariska
2. Kiki Irwanty
3. Melinda
4. Putri Ayu Nur Wijayanti
5. Titis Wahyu

Minggu, 27 Desember 2009

Cerpen 3

UJANG

Harusnya aku membuat cerita pendek saja biar tulisanku setidaknya ada yang selesai.Susah sekali untuk konsisten.Satu judul novel pun belum ada yang rampung. Bahkan sebenarnya belum banyak juga judul cerita pendek yang kuselesaikan.Aku belum berusaha cukup keras.Itu kesimpulan terbaiknya.
Mungkin memang benar kata Ujang.
Menulis itu tidak butuh berpikir.Tulis saja semaumu,lalu edit belakangan.
Bagaimana aku bisa percaya pada anak kecil dekil yang setiap hari dari pagi sampai petang selalu membawa sebuah kantong plastik yang sangat besar dengan sebuah tongkat bengkok dari besi dan pergi berkeliling perumahan sambil mencari sampah.Ujang si pemulung,aku memanggilnya begitu.Bahkan mungkin Ujang sendiri tidak tahu apa arti kata ‘edit’ yang di ucapkannya.Memegang komputer saja tidak pernah.

Tahun lalu saat mengikuti pertandingan tujuh belas Agustusan,Ujang berhasil menjadi juara ketiga lomba balap karung di RT-nya.Lututnya lecet saat bertanding karena terjatuh tapi wajahnya begitu senang walau hadiah yang diterimanya hanya dua buah buku tulis tipis,sebuah pensil kayu dengan tulisan 2B di salah satu ujungnya dan karet penghapus merek Pamer Kastil seharga seribu perak saja.Saat ia meraut pensil itu dengan serutan milikku yang dipinjamnya,aku tahu bahwa tulisan itu berbohong.Ujung pensilnya lunak dan tidak begitu nyata saat dipakai menulis,Ujang harus menekannya agak keras supaya tulisannya terbaca.Pastilah itu sebenarnya pensil HB.

Ujang dan aku sama-sama senang menulis cerita.Tapi aku menyimpan cerita-ceritaku,yang jarang tamat,dalam bentuk byte di dalam laptop pemberian Papa.Kalau Ujang,ia menyimpannya di dalam dua buah buku tulis hadiahnya tahun lalu.Buku itu semakin usang dan sudah mau habis halamannya.Pensil 2B palsu miliknya juga sudah pendek,panjangnya kira-kira tinggal seukuran jari telunjuk.Tapi hebatnya Ujang,sekali dia mulai menulis cerita maka dia akan selalu menyelesaikannya dan saat akan memberikan judul,Ujang selalu datang padaku dan memintaku memeberikan sebuah judul.
Kubilang padanya supaya membeli pensil baru saja dan juga sebuah penghapus baru karena penghapus miliknya sudah hilang entah dimana.Ujang biasanya menyelipkan buku,pensil dan penghapusnya ke kantong belakang celananya tapi suatu hari ia tidak berhasil menemukan penghapus yang tadi pagi ia masukkan di kantong.Sekarang di ujung pensil pendeknya ada sebuah karet gelang yang di ikat dan berfungsi sebagai karet penghapus.Ujang nyengir saja saat aku mencibir melihat penghapus barunya.

Aku kembali menatap monitor plasma di depanku.Kosong.
Padahal lombanya di tutup dua hari lagi dan aku sangat menginginkan hadiahnya utamanya,kupon seharga satu juta rupiah yang bisa kubelikan mainan sepuasnya.Aku sudah berangan-angan untuk membeli boneka Barbie keluaran terbaru lengkap dengan aksesoris dan baju-bajunya yang asli.Papa memang pasti mudah saja memebelikanku tapi kali ini aku tidak ingin dibilang anak manja.Walau alasan sebenarnya adalah karena aku sudah terlanjur mendarftar sebagai peserta,aku sudah bilang sama papa bahwa aku akan mengirimkan karya terbaikku.Aku tidak mau papa tahu kalau anak perempuan kecilnya ini ternyata belum menulis apa-apa.Aku akan sangat malu.

Esok hari lomba akan ditutup dan aku belum menyelesaikan satu tulisanpun.
Aku terduduk di sebuah saung di ujung gang sambil menahan tangis.Bagaimana caranya bilang ke papa bahwa aku tidak bisa ikut lomba karena tidak punya cerita untuk dikirim.Padahal papa sudah mengatakan bahwa aku ini anak kesayangannya yang membanggakan,aku pasti akan mengecewakan Papa.Lalu bau sampah menusuk hidungku,Ujang duduk di sebelahku dan menatap wajahku.Wajah Ujang coreng moreng lalu tersenyum.
“Ceritanya belum selesai juga ya,Adinda ?”
“Belum,Jang.” Aku masih menunduk.
“Ya udah,jangan sedih ya.Tulisan yang bagus itu datangnya dari hati.”
“Tapi nanti aku malu sama Papa kalu nggak jadi ikut.Lagian aku udah keburu daftar.Atau,Jang,gimana kalau aku pinjam tulisan kamu ?? aku bilang aja itu tulisan aku.”
Ujang cemberut.”Tapi hadiahnya buat aku !”
Gantian aku yang cemberut tapi lalu Ujang tersenyum.
”Tau nggak apa yang paling penting dalam tulisan kamu ?”
Aku menggeleng.
“Kejujuran.Papa kamu nggak akan bangga walaupun kamu menang karena itu karya aku.Nanti papa kamu bangganya malah sama aku bukan kamu.Dan tulisan yang jujur akan terbaca bahkan oleh hati.”
Aku diam.Ujang si pemulung yang tidak pernah sekolah memiliki hati yang tulus sekali.Aku tidak tahu dari mana kata-kata indah itu berasal.Walaupun aku sering menghinanya karena dia bau dan kotor tapi ujang selalu bilang kalau aku ini temannya dan sehabis itu aku pasti langsung mencibir dan menghinanya lagi dan Ujang hanya akan tertawa..

Aku meminjam buku tulisnya yang berisis semua cerita pendeknya.Aku berjanji tidak akan mengirimkannya atas namaku.Aku punya ide lain.

Lalu kuberlari kerumah dan mulai menulis.Tak peduli,aku menulis apa yang kurasakan.Menulis dengan hati yag jujur seperti kata Ujang tadi.Tidak lupa mengetik cerita Ujang juga karena aku berniat mengikutsertakan Ujang dalam lomba.Tulisannya terlalu bagus jika hanya disimpan dalam buku tulis usang.
Setelah selesai aku lalu berlari ke kotak pos untuk mengirimkan cerita pendekku.Akhirnya aku menyelesaikan satu judul pertamaku dengan kejujuran. Terima kasih Ujang.
Bukan Ujang si pemulung tapi Ujang temanku.
Teman terbaikku.
Aku yakin jika sudah besar Ujang akan jadi penulis hebat.

Lalu aku kembali berlari ke rumah,memecahkan celenganku,mengumpulkan isinya dan memasukkannya kedalam kantong plastik lalu kembali berlari lagi,kali ini ke saung dimana tadi aku bertemu Ujang.Kutunggu ia sampai sore saat ia pulang.Saat Ujang datang aku menggandengnya dan mengajaknya berlari kearah toko buku terdekat.Membelikannya beberapa buku tulis dengan kertas yang tebal,pensil 2B yang asli dan karet penghapus yang baru dengan semua uang tabunganku.Juga sebuah tas kecil untuk menaruh semua peralatan tulisnya.Ujang sumringah.Begitupun aku.Senang rasanya memeberikan yang terbaik untuk temanku.

Dengan pemberianku Ujang akan menulis dan melahirkan karya-karya kejujurannya yang sangat indah.

Dan cerita ini kukirimkan juga dengan penuh kejujuran dari hati agar bisa memberikan kebanggaan untuk Papa dan Ujang,sahabatku.

Cerpen 2

Mbak Ti

Mbak Ti baru saja datang dari kampung kemarin dan rencananya mau nginep dua minggu di Jakarta.Kiran merasa senang karena bertemu lagi dengan kakaknya itu yang dari kecil tinggal sama kakek dan neneknya sedangkan Kiran tinggal dengan orang tuanya di Jakarta.Penampilan Mbak Ti sangat sederhana.Kalau pergi barulah Mbak Ti pakai codorai andalan yang itupun kebesaran.Sedangkan Kiran jauh lebih modis dari Mbaknya itu.Tadinya Kiran mau memanggil Mbak Ti dengan sebutan Kak Tika,sesuai dengan nama aslinya.Alasan lainnya adalah biar terdengar lebih kota.Tapi Mbak Ti nggak mau.
Hari ini mereka jalan-jalan ke Mall.Belanja,main di game center dan mencoba foto box yang tadinya Mbak Ti nggak percaya kalau ruangan sekecil itu untuk tempat foto-foto.Dipikirnya kotak itu adalah telepon umum atau semacamnya.Kiran sampai tertawa terbahak-bahak.Ia menganggap keluguan kakaknya adalah hal yang lucu.Sesampainya dirumah,Kiran memajang foto-foto mereka tadi di pigura dan diletakkan di meja kecil sebelah tempat tidur.
Hari ini Mbak Ti ingin memberi kejutan pada Kiran.Ia datang ke sekolah Kiran untuk membawakan makanan buatannya yang paling disukai Kiran,combro.Sesampainya disekolah ternyata sedang waktu istirahat dan Kiran sedang berkumpul dengan teman-temannya.Melihat Mbak Ti datang,Kiran lalu cepat-cepat memisahkan diri,menghampiri Mbak Ti.
“Ngapain kesini,Mbak?” Tanya Kiran cepat.
“Mbak bawain combro buat kamu,kan kamu suka.” Mbak Ti menyodorkan kotak makanan.Kiran memutar bola mata dan mendorong kotak makan itu.
“Bawa pulang aja!” jawab Kiran cepat dan langsung pergi ke teman-temannya yang lalu berbisik-bisik menayakan sesuatu pada Kiran yang di jawabnya dengan gelengan cepat.
Pulang sekolah,teman-teman Kiran datang kerumah dan bermain di kamarnya.Salah satu temannya melihat foto Kiran dan Mbak Ti saat photo box.
“Ini lo sama siapa Ran?ini yang tadi kesekolah kan?” Tanya Rani,temannya.
“Iya,itu Mbak Ti.”
“Kok foto pembantu lo pajang di kamar?” Kiran diam saja.Ia tidak tahu kalau Mbak Ti baru saja mau masuk ke kamar mengantarkan minum.
“Iya gak apa-apa kan gue foto sama pembantu.” Jawab Kiran tiba-tiba. Ada rasa gengsi saat Kiran mengucapkannya.Mbak Ti ternyata mendengar jawaban Kiran,lalu urung masuk dan kembali ke dapur dan menangis.Esoknya Mbak Ti bilang mau pulang ke kampung.Kiran tidak tahu mengapa.
Dua hari kemudian barulah Kiran merasa kehilangan Mbaknya itu.Ia mulai merasa bersalah akan kata-katanya walaupun ia menyangka Mbak Ti tidak mendengarnya.
Kiran memandangi fotonya dan Mbak Ti saat di foto box,matanya berkaca-kaca menahan tangis karena rindu dan perasaan bersalah.Dibaliknya ternyata Mbak Ti menuliskan sesuatu.
Kiran,Mbak Ti makasih sama Kiran udah ngajak jalan-jalan.Mbak Ti seneng banget Kiran mau baik sama Mbak.
Dan Mbak Ti membubuhkan smiley yang tidak rapi di akhir kalimat.
Air mata Kiran pun meleleh,menumpahkan semua rasa bersalah terhadap kakaknya yang lugu tapi berhati bersih itu.

Cerpen 1

30 Menit

Debu jalanan tidak lagi menggila.Jam orang pulang kerja telah lewat empat jam yang lalu.Kios soto melintang ditrotoar.Penjaga toko buah yang mengangguk-angguk menahan kantuk demi memperpanjang waktu malam agar buahnya tidak layu.Angkot baris-berbaris membuat shaf vertikal sempurna dengan kernet-kernet yang esok hari harus sekolah berteriak-teriak menyebut kode nomor angkot masing-masing.
Aku dan Ky berjalan berdampingan sepulang dari tempat belajar bahasa Inggris.Mereka menyebutnya tempat les,aku menyebutnya sekolah.
Tema.Selalu ada tema dalam setiap pembicaraan kami.Entah itu lawan jenis,baju,teman lama yang akan segera menikah hingga situasi dikelas tadi.
Ky saat ini sedang merasa ragu untuk berkenalan dengan seorang pria.Ia merasa malu.Wajar katanya dan kataku.Kami wanita.
Hingga pembicaraan sampai dimana aku dan Ky menuturkan pandangan masing-masing tentang sosok laki-laki idaman.
‘Kalo gue mau pacaran sama pria,bukan sama cowok.’
Kebetulan iklan dengan semboyan seperti itu memang sedang in.
‘Bukannya milih-milih tapi emang harus milih’
‘Emang sekarang lo lagi pengen punya pacar ya ?’
‘Iya.Tapi yang serius.’
‘Sama.’
Umurku hampir dua puluh kalau Ky baru saja berumur dua puluh.
‘Udah nggak bisa tuh yang namanya milih cuma karena orangnya asyik terus lucu terus supel.Harus seimbang juga otaknya.Jangan cuma bisa nasihatin aja.’
‘Mmm.Bener tuh.’
‘Yang ada sekarang selalu berat sebelah.Udah pengen sih tapi dalem hati bilang jangan dulu deh.Sabar dulu,sabar.Sebentar lagi juga dapet yang bener-bener pas.’
‘Iya emang.Musti sabar.’
Titik akhir kami zebra cross.Aku melirik.Timer lampu merah mendekati akhir.
‘Berapa detik lagi ?’
‘Dua satu.Sana gih kalo mau nyebrang.’
‘Ya udah gue nyebrang ya.Daaaah!’
Kami berpisah disitu.Masih sempat aku melihat kerudung hitam Ky sebentar lalu berjalan lurus menyusuri jalan raya yang lenggang.Sedotan air mineral kukulum-kulum hingga pipih.Desakan klakson yang panjang dan banyak di depan sana menandakan macet yang panjang sepanjang trotoar depan plasa.Semua angkot kosong.
05.
07.
06.
07 lagi.
02.
05 lagi.
02 lagi.
06 lagi..
02 lagi.
05 lagi.
02 yang ketiga ini yang menjadi keputusan terakhirku.
Kode 02 adalah angkot yang menuju rumah.Tidak ada alasan khusus yang membuatku memilih angkot 02 ketiga ini.
Isinya hampir kosong hanya ada seseorang duduk di pojok.Menyatukan dahi dan lututnya rapat-rapat dan menutupi kepalanya dengan handuk olahraga.Aku duduk di kursi yang paling dekat dengan pintu namun harus bergeser agak kedalam waktu seorang bapak naik.
‘Alhamdulillah.’
Sahutan pelannya membuatku tersenyum.
Sepanjang perjalanan,penumpang naik dan turun hingga yang paling eksis adalah aku,seseorang dipojok tadi dan seorang ibu beserta anaknya yang duduk tepat dibelakang supir.
Aku merapat ke pojok,menyandarkan bahu pada kaca belakang angkot dan tepat bersampingan dengan seseorang tadi yang masih betah memeluk lutut.Aku menoleh saja ke jendela.Menyamakan pandangan mata dengan kecepatan aspal yang lantas seperti trademill.
Tak lama seseorang itu bergerak.Dia hidup.Dan dia laki-laki ternyata.Kutebak umurnya tidak jauh dariku.Memakai blue jeans,bersendal jepit dengan kaos ungu.Wajahnya lusuh menahan kantuk.Posisinya berubah,menyandarkan bahu di jendela belakang persis seperti apa yang aku lakukan.Sempat selama setengah detik mata kami berpapasan.Dan aku seperti melihat seseorang yang belum pernah tahu bagaimana rasanya tidur.
Kusenderkan kepala ini ke jendela belakang.Kulirik laki-laki itu dan ternyata ia pun mengambil posisi demikian terlebih dahulu.Lantas aku melipat kaki kiri dibawah kaki kanan dan ia melakukannya juga.Kulihat tangannya terkait dipangkuan dan aku lantas melipat tanganku juga.Mata melirik ke jalanan.
Bosan.
Aku melirik sedikit ke arahnya.Posisinya masih persis sama sepertiku.Handuk olahraganya tersampir di bahu dan matanya menatap langit-langit angkot.
Dan pikiranku macam-macam.Terlalu kebetulan ataukah aku terlalu ambil pusing.
Namun bukannya tidak mungkin pria yang aku cari adalah laki-laki kecapekan yang berpose sama denganku ini.
Pikiran liarku kalah oleh unsur kebetulan semata.
Namun akhirnya pejalanan pulangku malam itu adalah menerka.Menerka apa yang dipikirkan oleh laki-laki kecapekan itu.
Seorang ibu yang membawa anak yang duduk dibelakang kursi sopir menatap kami bergantian.Sangat kentara sekali kerutan di tengah-tengah alisnya tanpa aku harus melihatnya.Menatap satu detik kepadaku dan satu detik lagi pada si laki-laki kecapekan.
Dan kami tidak peduli.Aku tidak peduli.
Tadinya ingin bergerak saja dari posisi diam yang merisihkan seorang ibu ini.Tapi aku geli sendiri.Memangnya kenapa harus bergerak.Kuputuskan untuk uji ketahanan.Kutebak si laki-laki kecapekan akan turun lebih awal dariku dan aku akan bergerak paling terakhir.
Tak lama si ibu turun.
Meninggalkan kami seperti penumpang eksklusive dengan posisi frustasi.
Kuterka dari posisi duduknya bahwa dia sedang capek.
Tapi posisiku pun sama sedangkan aku tidak sedang capek.
Kuterka dari raut wajahnya yang cemberut bahwa dia sedang banyak pikiran.
Tapi aku pun sedang cemberut namun tidak sedang banyak pikiran.
Ternyata memang tidak bisa dipukul sama rata begitu.
Kubuka tasku dan merogohnya untuk mengambil ongkos.Sejurus kemudian laki-laki itu bergerak merogoh kantong jeansnya.Ia berhasil mengambil perhatianku.
Kami bergerak berirama dan sejalan.
Aku merasa diikuti padahal pertamanya aku yang mengikuti.
Bosan lagi bermain pantomim.
Aku kalah oleh uji ketahanan yang aku buat sendiri.Aku bergerak kea rah pintu,mencari angin dan merasakannya di wajahku.
Tapi aku tak lantas kalah telak.Benar saja laki-laki itu turun lebih awal dariku.
Dan dalam perjalanan lima belas menit itu kami bertemu,tidak saling mengenal,tidak saling menyapa tapi kami berinteraksi.Aku menerka pikirannya dari gerak tubuhnya namun tetap tak terbaca karena tidak semua gerak tubuh bisa dipukul sama rata.
Aku tersenyum simpul pada diri sendiri.
Masih teringat perjalanan tadi.
Dan saat kaki telah kembali menapak di bumi.Kupacu cepat langkahku dua-dua.Sambil terus berusaha mengingat dan tidak sabar untuk mentransformasikan perjalanan malam ini dalam bentuk kode biner.